Selasa, 31 Agustus 2010

Pak Gendut dan Nasi Gorengnya

Nasi, bagi beberapa negara merupakan bahan makanan pokok masyarakatnya. Kenaikan harga beras tentu meresahkan masyarakat yang sehari –hari sudah mengkonsumsi nasi. Indonesia contohnya, saat ini sedang mengalami harga beras yang signifikan.

“Pemerintah boleh saja optimistis bahwa target produksi beras nasional tetap tercapai walaupun La Nina melanda Indonesia. Meski demikian, ada baiknya pemerintah tetap menyiapkan rencana cadangan untuk mengantisipasi keadaan terburuk yang terkait dengan produksi beras”, demikian dikutip dari koran Kompas edisi Senin, 30 Agustus 2010.

Bustanul, Guru Besar Pertanian Universitas Lampung mengatakan bahwa kenaikan harga beras masih belum begitu dirasakan oleh masyarakat karena efek psikologis dari bulan Ramadhan. Beliau menambahkan apabila setelah bulan Ramadhan berakhir dan harga beras masih tinggi, maka itu menjadi sebuah masalah.

Kasuri, seorang pedagang nasi goreng memulai usaha nasi goreng sejak tahun 1995. Lokasi berjualan Kasuri terletak di samping kampus II Universitas Tarumanagara, Jakarta. Pak Gendut, demikian sapaan akrab Kasuri mengaku sangat merasakan dampak dari naiknya harga beras ini. “Beras yang awalnya se-liter 6000 rupiah jadi 8000 rupiah sekarang”, demikian tuturnya.

Mungkin bagi masyarakat menengah ke atas perubahan harga beras beberapa ribu tidak menjadi masalah, namun lain halnya dengan masyarakat menengah ke bawah, apalagi yang menjadikan nasi sebagai mata pencahariannya. “Ya, terpaksa harganya saya naikkan juga…” demikian ungkap Pak Gendut saat ditanya apabila harga beras masih tetap tinggi setelah bulan Ramadhan nanti.

Dari pemuda yang sederhana, lahir pula secercah harapan yang sederhana kepada pemerintah. “Kalau bisa ya harganya diturunin, biar rakyat senang”, ungkap pemuda asal Pemalang ini.

oleh : Rudy (9150980193)

Senin, 30 Agustus 2010

Hati-hati Adalah Kuncinya

Hipnotis, kini telah menjadi modus baru perampok dalam melancarkan aksinya. Salah satu yang tengah hangat diberitakan media adalah kejadian perampokan di dua minimarket Lampung dengan ditetapkannya dua orang berkebangsaan Turki, yaitu Yaman Alper dan Mehmet Sahin yang masing-masing berusia 19 Tahun, sebagai tersangka.

Atas pemberitaan ini tentu banyak orang menjadi takut dan waswas, tak terkecuali Vera (20), seorang karyawati. Vera sendiri mengaku merasa sangat dekat dengan pemberitaan ini dimana ibunya Kho Siu Tjin (50) pernah menjadi korban.

Vera menceritakan kejadian naas yang dialami Kho Siu Tjin, ibunya terjadi sekitar pertengahan Februari 2010 lalu, jauh sebelum pemberitaan media sekarang ini. Pemberitaan di media itu sendiri baru muncul sejak 25 Agustus atas perampokan yang terjadi pada tanggal 11-12 Agustus 2010. Ini menunjukan bahwa sebenarnya perampokan bermodus hipnotis ini bukanlah barang baru.

”Kejadiannya terjadi di pasar Taman Cibodas (Tangerang),” cerita Vera. Ibunya adalah seorang pedagang mie goreng Medan, yang tiap harinya disibukan dengan berangkat ke toko pukul 06.00 untuk mempersiapkan toko, pergi ke pasar mengambil belanjaan, lalu mulai berjualan. “Waktu itu saya sempat bingung kenapa mama pulang ke rumah dari toko membawa sesuatu dalam kantong plastik besar hitam dan bilang bahwa plastik tersebut tidak boleh dibuka, padahal toko sedang ramai-ramainya dengan pelanggan.” Tanpa menaruh curiga, ia pun menuruti larangan ibunya itu.

Tiga hari kemudian barulah Kho Siu Tjin tersadar bahwa seluruh perhiasan emas dan uang sebesar 10 juta telah raib dari rumahnya. Ia baru menyadari ketika hari Sabtu saat di pasar, ia bertemu orang Cina daratan yang berbahasa mandarin, meminta dirinya untuk mengambil barang berharga dari rumah. Sebagai gantinya ia dijanjikan akan diberi kantong plastik berisi 2 botol air 1,5 liter beserta setumpuk koran. Masih lekat dalam ingatannya rupa dan wajah dari perempuan itu.

Nasi sudah menjadi bubur, waktu yang lewat tidak bisa diulang kembali. Dari kejadian ini Vera mengaku tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan ibunya pun telah mengiklaskan semuanya. Namun tentunya ini menjadi hal berharga dalam hidupnya dan ibunya untuk lebih berhati-hati dan tidak terlalu percaya dengan orang yang baru dikenal. “Dengarlah berita-berita yang beredar sekitar lingkungan kita, dan bantulah orang-orang di sekitar kita agar kejadian seperti itu tidak terulang pada orang lain. Apalagi sekarang udah masuk berita, jadi informasinya lebih luas dan terpercaya semoga orang lebih hati-hati dan nggak terjadi yang kayak gini lagi,” tukasnya


Oleh : Florensia Ranny (915080077)
Sumber : Kompas.com (Rabu, 25 Agustus 2010)

Minggu, 29 Agustus 2010

Macet? Sudah Tradisi!

29 Agustus 2010. Lebaran sebentar lagi. Mungkin lagu itu yang kian terdendang di telinga dan di tengah masyarakat sekarang ini. Lebaran tak pernah lepas dari tradisi pulang kampung atau biasa disebut mudik.

Mudik, mudik, mudik! Banyak orang sibuk mempersiapkan kepulangan mereka ke kampung halaman, namun satu masalah yang tak kunjung berubah disetiap tahunnya : macet. Dari tahun ke tahun kemacetan selalu mewarnai perjalanan para pemudik, terutama para pemudik yang melalui jalur darat.

Menik, 32, seorang pembantu rumah tangga asal Purwodadi mengungkapkan susah dukanya pulang kampung di musim Lebaran. "Sedih kadang-kadang waktuku habis dijalan karena macet, kemarin ini aja pernah sampai dua hari satu malam, padahal mestinya dua belas jam aja," ujarnya.

Kesulitan yang dialaminya karena kemacetan yang ada bukan hanya perkara lama di perjalanan saja, terkadang kelaparan sering menambah beban kesedihan dan membuat kesal di hati. Belum lagi lelahnya duduk berjam-jam di dalam bus, bukan hanya susah mencari makan, bahkan untuk pergi ke toilet pun sang supir terkadang tidak mau berhenti.

"Kalau macet kita suka terlambat sampai di tempat makan, tempat makannya udah penuh semua terus supirnya kalau yang malas ya gak mau berhenti buat cariin kita tempat makan, jadi kita kelaparan semua."

Walaupun begitu, baginya mudik merupakan suatu keharusan. Setahun lamanya mencari nafkah di kota Jakarta, tentu ada rasa rindu yang menyelinap di hati kepada anak dan sanak keluarga. "Biarpun lama di perjalanan, tapi kumpul-kumpul keluarganya itu bikin senang banget. Macet mah udah tradisi lah."



Oleh: Chrestella (915080072)

Sumber: Kompas, Jumat 27 Agustus 2010.

Sabtu, 28 Agustus 2010

Lagi-lagi Pembantu Disiksa di Arab Saudi

Sabtu, 28 Agustus 2010 sebuah surat kabar ibu kota menyuguhkan berita seram nan mengenaskan. Pasalnya diberitakan seorang pembantu rumah tangga asal Sri Lanka dipaku oleh majikannya sebanyak 24 buah. Majikan asal Arab Saudi ini menjadikan tubuh pekerjanya bak sebuah balok kayu lantaran geram atas kemalasan yang dilakukan L.T Ariyawathi, pembantunya sejak Maret 2010. 

Saat ini Ariyawathi tengah berada di rumah sakit Prabath Gajadeera untuk mengikuti proses pemulihan baik secara fisik maupun batin. Pihak rumah sakit berhasil mengeluarkan 19 paku , sedangkan paku lain yang masih bersarang di tubuhnya belum dapat dikeluarkan karena berpotensi merusak jaringan syaraf. Wanita berusia 49 tahun ini masih dalam keadaan trauma sehingga tidak dapat memberi banyak keterangan, ia hanya berucap bahwa majikannya memaku dirinya setelah ia mengatakan bahwa pekerjaan yang dibebankan kepadanya terlalu berat.

Mengetahui cerita pilu di atas, tentu banyak kecaman dan rasa tak percaya yang datang dari negeri  kita sendiri. NS misalnya seorang wanita berusia 39 tahun asal Cilacap  yang pernah mencoba mengais rezeki di Arab Saudi sekitar tahun 2000 silam. Ia pun meringis dan terkejut ketika mendengar pemberitaan di atas. " Masak ada cerita kayak gitu? majikan jahat. Pembantunya juga bodoh, disiksa diam saja." ujarnya pedas. Ia akhirnya bercerita pula bahwa di Arab memang banyak pemberitaan mengenai pembantu yang disiksa oleh majikan. " Saya juga pernah dipukuli majikan karena anaknya jatuh sendiri, majikan saya bilang kalau anak dia jatuh mati maka saya pun akan mati." ceritanya kala itu. Di sisi lain ia beranggapan bahwa pembantu yang bekerja di sana harus berani melawan jikalau diperlakukan kasar, bukan diam saja dan menerima semua perlakuan dari majikannya.

NS mengatakan ketika ia dipukul oleh majikannya, ia langsung membalas dengan melotot sehingga majikannya kaget dan segan untuk memukulnya kembali. " Saya pernah bertemu dengan seorang pembantu dari Arab di Bandara Soekarno Hatta, lengannya memar semua karena dipukuli anak majikannya. Ia minta pulang akhirnya, padahal baru kerja 7 bulan. Kalau saya sih sudah saya lawan kalau sampai dipukuli seperti itu." tambahnya. NS bercerita pula bahwa ia pernah bekerja dengan majkan yang baik dan tidak ringan tangan selama 2 tahun. Namun banyaknya cerita penyiksaan kepada pembantu membuat ia memutuskan untuk pulang ke Tanah Air dan membantu usaha warung tegal milik adiknya di daerah Tangerang, Banten.

Lain NS lain halnya pula dengan SR seorang ibu rumah tangga yang mempekerjakan 1 orang pembantu di rumahnya. Ibu berusia 40 tahun ini mengatakan bahwa perilaku majikan di Arab Saudi itu terlalu kejam dan tak berprikemanusiaan. Namun menurutnya kejadian ini pasti berawal dari perilaku pembantu itu sendiri yang mungkin malas atau tidak terlatih. " Seharusnya pembantu di sana harus dilatih terlebih dahulu, jangan sampai buat kesal majikannya. Apalagi majikan itu sudah membayar jasa agensi. Tapi yah jangan terlalu kejam seperti itu juga sebagai majikan." ujar ibu asal Tangerang ini.

Hampir selalu kita dengar peristiwa naas penyiksaan seorang pembantu yang ingin mencari rezeki di negeri yang jauh dari sanak saudara. Mereka berharap pulang dengan kantung tebal namun tak jarang yang membawa luka dan duka yang berkepanjangan. Bukan kemewahan yang mereka inginkan, hanya hidup berkecukupan dan penghargaan sebagai seorang manusia yang memiliki harkat dan martabat jua.

Oleh Lindayani (915080074)
Sumber : Poskota.com (Sabtu, 28 Agustus 2010)

Indonesia Tidak Tegas Menyelesaikan Masalah

Dalam sepekan ini, masyarakat Indonesia disuguhkan sebuah pemberitaan menarik baik melalui media cetak maupun elektronik yang membahas perihal Indonesia yang harus kembali berhadapan dengan Malaysia terkait perlakuan buruk yang diterima oleh ketiga petugas patroli Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) oleh kepolisian negeri jiran tersebut di Perairan Tanjung Berakit, Kepulauan Riau, sekitar 19.00 WIB pada Jumat malam lalu (13/8). Di samping itu, Indonesia dan Malaysia pun masih terlibat permasalahan 177 warga negara Indonesia (WNI) yang dikenakan ancaman pasal hukuman mati oleh Malaysia.

Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa menjelaskan bahwa pihaknya sedang mencari informasi dan akan menyelesaikannya sesuai dengan prosedur diplomasi yang berlaku. Mendengar hal tersebut, masyarakat menilai Menlu bekerja dengan lamban dan akhirnya memunculkan berbagai reaksi keras dan unjuk rasa. Mulai dari tuntutan permintaan maaf, aksi demo di berbagai daerah, pelemparan kotoran di kedubes Malaysia, pembakaran bendera serta ancaman keselamatan terhadap warga negara Malaysia yang berada di Indonesia. Berbanding terbalik dengan Menlu Malaysia Datuk Seri Anifah Aman yang memprotes cara aksi unjuk rasa di Indonesia dan mengatakan bahwa Malaysia telah sampai pada titik kesabaran, " kami tidak akan meminta maaf kepada Indonesia dan sebaliknya Indonesia tidak perlu meminta maaf kepada kami ", katanya saat memberi tanggapan atas aksi yang terjadi di Indonesia.

Dari wawancara yang terangkum,  sebagian besar masyarakat membenarkan aksi unjuk rasa tersebut . Salah satunya Dony yang berprofesi sebagai pegawai swasata di suatu perusahaan di Jakarta saat diwawancara  jelas terlihat emosional dan marah kepada apa yang dilakukan oleh Malaysia kepada Indonesia. " Malaysia itu terlalu arogan, sombong dan terlalu percaya diri, mereka sudah sering kali menginjak harga diri bangsa dan sering kali juga mengklaim budaya Indonesia menjadi milik mereka dan kerap kali menjajah tenaga kerja kita disana " jelasnya.

Di sisi lain, adanya anggapan bahwa lambannya sikap pemerintah lah  yang menjadi pemicu aksi unjuk rasa sehingga membuat masyarakat harus turun tangan sendiri untuk menghadapi dan menyelesikan masalah tersebut. Jumal, warga di daerah Jakarta Barat diantaranya memberikan respon atas pemberitaan  terkait isu.  Menurutnya," untuk kesekian kalinya pemerintah Malaysia telah mengusik kedaulatan Indonesia, selain juga  pemerintah Indonesia yang belum bisa tegas dalam bertindak " . 

Versi masyarakat sendiri dalam penyelesaian masalah menginginkan agar pemerintah dapat bertindak sigap dan tegas dan bila perlu memberi pelajaran kepada Malaysia, penarikan masing-masing kedubes sampai masalah dapat diselesaikan, perundingan antar kedua pihak yang berseteru, dan jika mungkin tidak mungkin terjadinya pemutusan hubungan anatar kedua negara.

Hubungan dua saudara serumpun Indonesia-Malaysia memang telah lama mengalami pasang surut selama lima dasawarsa, yaitu mulai dari perebutan perbatasan wilayah antar dua negara, kekayaan alam, kebudayaan/kesenian yang sering diklaim, dan masalah tenaga kerja sejak tahun 1960an. Lalu apa yang akan terjadi ke depannya nanti  bila masalah ini terus bergulir tanpa ada penyelesaian yang baik. Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang berharap agar setiap masalah dapat diselesaikan dengan baik dan tetap terjaga hubungan yang harmonis.

Oleh Astrid Meiliani ( 915080057 )

Sumber Referensi : Koran Seputar Indonesia terbitan Rabu 25 Agustus 2010