Nasi, bagi beberapa negara merupakan bahan makanan pokok masyarakatnya. Kenaikan harga beras tentu meresahkan masyarakat yang sehari –hari sudah mengkonsumsi nasi. Indonesia contohnya, saat ini sedang mengalami harga beras yang signifikan.
“Pemerintah boleh saja optimistis bahwa target produksi beras nasional tetap tercapai walaupun La Nina melanda Indonesia. Meski demikian, ada baiknya pemerintah tetap menyiapkan rencana cadangan untuk mengantisipasi keadaan terburuk yang terkait dengan produksi beras”, demikian dikutip dari koran Kompas edisi Senin, 30 Agustus 2010.
Bustanul, Guru Besar Pertanian Universitas Lampung mengatakan bahwa kenaikan harga beras masih belum begitu dirasakan oleh masyarakat karena efek psikologis dari bulan Ramadhan. Beliau menambahkan apabila setelah bulan Ramadhan berakhir dan harga beras masih tinggi, maka itu menjadi sebuah masalah.
Kasuri, seorang pedagang nasi goreng memulai usaha nasi goreng sejak tahun 1995. Lokasi berjualan Kasuri terletak di samping kampus II Universitas Tarumanagara, Jakarta. Pak Gendut, demikian sapaan akrab Kasuri mengaku sangat merasakan dampak dari naiknya harga beras ini. “Beras yang awalnya se-liter 6000 rupiah jadi 8000 rupiah sekarang”, demikian tuturnya.
Mungkin bagi masyarakat menengah ke atas perubahan harga beras beberapa ribu tidak menjadi masalah, namun lain halnya dengan masyarakat menengah ke bawah, apalagi yang menjadikan nasi sebagai mata pencahariannya. “Ya, terpaksa harganya saya naikkan juga…” demikian ungkap Pak Gendut saat ditanya apabila harga beras masih tetap tinggi setelah bulan Ramadhan nanti.
Dari pemuda yang sederhana, lahir pula secercah harapan yang sederhana kepada pemerintah. “Kalau bisa ya harganya diturunin, biar rakyat senang”, ungkap pemuda asal Pemalang ini.
oleh : Rudy (9150980193)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar