Malam tampak sepi kala itu, orang-orang memilih beristirahat setelah lelah bersilaturahmi dengan keluarga di hari pertama Idul Fitri. Tetapi ada yang masih terjaga. Seorang pria 30 tahun, berseragam biru muda dengan pantalon hitam serta topi yang melindungi kepala, wajahnya tersembunyi dibalik jendela. Ia masih setia menatap harinya, menjalankan tugasnya menjaga pintu kereta api.
Agus Mulyono, enam tahun hidupnya ia jalani dengan bekerja sebagai penjaga pintu kereta api di Pos PJL348, Soroajan, Yogyakarta . Pekerjaannya tidaklah mudah, terkadang harus bekerja dari pagi hari sampai siang atau malam hari sampai pagi tergantung giliran yang ia dapat. Sisa waktunya ia gunakan untuk beristirahat.
Berbagi cerita soal Lebaran , menjadi seorang penjaga pintu kereta api membuat Lebarannya selama 6 tahun terakhir terasa sedikit berbeda. Empat kali Lebaran dilewatinya tanpa pergi beribadah sholat Id karena harus bekerja. Namun baginya melayani masyarakat melalui pengabdiannya kepada kereta api merupakan suatu hal yang menyenangkan. “Senang, mbak kerja begini. Mengamankan pintu, mengabdi ke kereta api,” ujarnya sambil tersenyum.
Berbagi cerita soal Lebaran , menjadi seorang penjaga pintu kereta api membuat Lebarannya selama 6 tahun terakhir terasa sedikit berbeda. Empat kali Lebaran dilewatinya tanpa pergi beribadah sholat Id karena harus bekerja. Namun baginya melayani masyarakat melalui pengabdiannya kepada kereta api merupakan suatu hal yang menyenangkan. “Senang, mbak kerja begini. Mengamankan pintu, mengabdi ke kereta api,” ujarnya sambil tersenyum.
Menjadi penjaga pintu kereta api bukan hanya mengamankan pintu saja tetapi juga meniti setiap rel dan memeriksa keadaan penambat-penambat apakah masih aman atau tidak setiap beberapa jam. Agus juga tidak hanya menjaga satu pintu saja tetapi dua karena di distrik 65 tempatnya bekerja hanya ada satu pos penjaga pintu.
Selain sholat Id, ia juga sering melewatkan meriahnya malam takbir ketika bertugas pada malam hari. Namun begitu, dengan menggunakan motor kesayangannya ia selalu pulang untuk bersilaturahmi pada orang tua dan sanak keluarga setelah menjalankan tugasnya. Bukan hanya keluarga, sesama penjaga pintu pun juga saling bersilaturahmi lewat telepon maupun sms.
“Sebenarnya sama saja sih mbak, lebaran gak lebaran ya kerja, kerja kayak gini kan gak bisa ditinggal nanti bisa ada kecelakaan,” begitu ungkapnya tentang kebiasaan di hari Lebaran. Pekerjaannya tidak kenal kata libur, baik itu di akhir minggu maupun di hari raya. Tetapi ia tidak merasa keberatan, yang penting baginya adalah kesempatan berkumpul dengan keluarga. Bagi Agus, Lebaran kadang terasa sama seperti hari-hari biasa hanya rutinitas yang atau kunjungan sanak saudara yang membuat harinya terasa berbeda.
Oleh: Chrestella -915080072
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar