A.Bambang. Jusana (kiri) dan Rudy (kanan) |
Pria berkacamata ini mendapatkan kehormatan untuk memimpin dan membina Paduan Suara Mahasiswa Universitas Kristen Maranatha Bandung pada tahun 2001. Tidak berhenti sampai di tingkat universitas, pada tahun 2004 ia dipercayakan untuk memimpin serta membina Perbanas Institute Choir Jakarta.
Mas Bambang, demikianlah panggilan akrab untuk komposer yang telah membawa PSM UK Maranatha Bandung sebagai juara bertahan sebanyak tiga kali berturut – turut untuk kategori Mixed Choir pada “Festival Paduan Suara Institut Teknologi Bandung” pada tahun 2004, 2006 dan 2008. Pada Juli 2010 lalu, ia membawa PSM UK Maranatha Bandung menjadi pemenang juara I untuk kategori Folkfore dan Mixed Choir serta memperoleh penghargaan The Best Interpretation dalam lomba paduan suara yang sangat prestisius di Eropa yakni 47 Internationaler Chorwettbewerb Spittal di kota Spittal, Austria Ia mengkhususkan dirinya pada jenis musik daerah dan klasik yang merupakan bidang yang tergolong sulit dalam belantika dunia musik.
“Kreatif itu adalah to create. Kreativitas tidak bisa datang dengan sendirinya. Semuanya itu harus dilatih, dibiasakan dan dipikirkan.”, jawabnya ketika ditanya mengenai cara berpikir kreatif. Tentang lagu pertama yang diaransemen olehnya, ia bercerita bahwa di Bandung dulu ada sebuah kelompok sangat membutuhkan sebuah lagu daerah untuk dinyanyikan. “Masalahnya jaman dulu lagu daerah yah gitu – gitu aja. Terakhirnya saya coba untuk membuat aransemen lagu daerah dan hasilnya dipakai oleh kelompok tersebut”, tuturnya.
Ia mengaku tidaklah mudah untuk menciptakan sebuah lagu. Butuh proses yang berhari – hari bahkan berminggu – minggu. Ia tidak memungkiri bahwa pada awalnya banyak kesalahan yang terjadi. Namun hal tersebut tidak mematahkan semangatnya. “Karena suka, saya mencipta dan mencipta terus. Lagu yang saya diciptakan kemudian dibawakan orang dan itu menjadi inspirasi bagi saya untuk mencipta lebih lagi.”, jawabnya.
Hambatan sudah menjadi makanan sehari – hari bagi orang kreatif. Hal tersebut juga dialami oleh Bambang. Menghasilkan sebuah aransemen membutuhkan banyak waktu, tenaga dan pikiran. Kesalahan dalam menggubah komposisi not dan lirik lagu selalu menjadi masalah. Belum lagi perjalanan pulang pergi Jakarta – Bandung menjadikan waktu berkreasi semakin singkat. Oleh karena itu ia selalu menekankan untuk melatih dan membiasakan diri berkreasi dalam semua bidang.
Walaupun masalah tetap ada, namun Bambang termasuk orang yang cukup beruntung. Banyak orang kreatif yang mendapat kecaman ataupun ketidaksenangan atas hasil karyanya. Namun ia mengaku sampai sekarang tidak ada pihak yang menentangnya dalam menggubah lagu daerah.
Ketika ditanya tentang manfaat karyanya, pria yang biasanya bersuara lantang ini menjawab dengan tersipu malu. “ Banyak paduan suara meminta lagu folkfore yang sudah diaransemen kepada saya untuk dinyanyikan dalam perlombaan. Yah, saya bantu.”, ujarnya. Tidak dapat dipungkiri, banyak paduan suara di Jakarta maupun Bandung yang terbantu dengan karyanya. Salah satunya adalah Paduan Suara Universitas Tarumanagara (PSUT) yang memenangkan lo sebuah lomba paduan suara tingkat universitas bertaraf international “Venezia in Musica 2009” di Venesia, Itali dengan menyanyikan lagu Yamko Rambe Yamko aransemennya.
Sekarang warna musik di Indonesia semakin kaya. Bukan hanya lagu – lagu barat yang dinyanyikan. Lantunan melodi lagu daerah mulai terdengar lagi. Lagu daerah yang sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat informasi sekarang ini terasa hidup kembali. Semua bermula dari kecintaan seorang Agustinus Bambang Jusana terhadap musik tanah air.
oleh : Rudy (915080193)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar