dok. Chrestella |
Tari-tarian yang dipersembahkan oleh Leine Roebana memiliki keunikan tersendiri seperti penekanan pada unsure simetri, ritme, dan komposisi. Pilihan-pilihan musik yang mereka gunakan beragam dari mulai karya abad renaisans sampai karya konser-konser kontemporer. Setiap karya mereka ekspresif dan menantang persepsi penikmatnya.
Pada musim panas lalu, Harijono Roebana serta dua penarinya; Tim Persent dan Heather Ware bertandang ke Pulau Jawa untuk menampilkan sebuah pertunjukan bertajuk Ghost Track bersama penari-penari dari Indonesia. Hingga di musim berikutnya, pertunjukan ini mencapai skala yang lebih besar dengan menampilkan gamelan serta penari-penari dari kedua negara.
Pentas tari Sporen yang menggabungkan tari, piano serta musik string merupakan sebuah perwujudan dari tidak simetrisnya tubuh kita. Saat tubuh bagian kiri dan tubuh bagian kanan melakukan gerakan yang berbeda, masih ada satu pikiran yang mengaturnya bersama. Terpecahnya perbedaan gerak inilah yang menjadi dasar metafora 'jejak' itu sendiri, bahwa tubuh ini terpisah-pisah dan mencari jejak dari setiap fragmen yang dimilikinya.
Pada pementasan kali ini, Harijono Roebana membawa tujuh penarinya antara lain; Uri Euginio, Tim Persent, Heather Ware, Swantje Schauble, Delphine Simons, dan Erik Bos. Tidak seperti pertunjukan tari pada umumnya, jika pertunjukan tari karya anak negeri memiliki cerita di dalamnya, Leine Roebana tidak bercerita. Tidak ada awal maupun akhir, setiap penari menjadi karakternya masing-masing dan setiap gerakan melambangkan fragmen-fragmen terpisah dari tubuh itu sendiri. Misalnya ketika tubuh Tim bergerak sementara kakinya diam maka Heather dan Swantje yang akan bergerak sebagai kakinya. Setiap bagian yang mereka lakukan berujung kepada sebuah kesatuan.
dok.Chrestella |
Hal lain yang tidak biasa, tidak ada hitungan dalam setiap tarian ini. Semua berjalan melalui pikiran, kebersamaan, dan kesepahaman. Jika satu penari bergerak cepat maka yang lain pun begitu, namun jika satu penari bergerak lambat penari lain harus menyesuaikan. Tentunya lambat cepat itu juga sesuai dengan alunan musik yang ada. Meskipun ada penonton yang mengeluh tidak mengerti, namun banyak pula yang memberikan apresiasi tinggi terhadap karya ini. Sporen masih akan bermain lagi di Teater Luwes, Institut Kesenian Jakarta pada tanggal 18 Oktober nanti. Baiknya Anda jangan sampai ketinggalan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar